Bernapas dalam lumpur

Kematian tak selalu ditandai ketika jasad terkubur tapi ketika kehidupan bagai kehilang ruh kebebasan, keadilan, dan harapan .

Rilis Bangkit: Hari Kemerdekaan dan Buruh yang Terlantar

Hari ini, tahun ke 67 bangsa Indonesia memperingati hari proklamasi kemerdekaan.

Pelepasan Hak

Pelepasan hak. Kalimat itu ternyata lebih sakti dibanding keputusan Gubernur Propinsi Banten...

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

PT. Slumberland Indonesia "Tutup"




Catatan Bangkit I
23 Desember 2013

Berita itu disampaikan melalui surat elektronik yang dikirim dari Malaysia, oleh Mr. Anders Larsson (Finance Director) pada 13 Desember 2012. Pasca surat tersebut, Manajemen PT. Slumberland Indonesia membuat surat undangan untuk mengumumkan perihal penutupan dan sosialisasi PHK, melalui surat nomor 261259/SIL/FIN/XII/2012.

Berita penutupan PT. Slumberland juga ditulis di situs berita www.okezone.com pada 8 Januari 2013. Namun Didin Salahudin ketua Unit Serikat Buruh Bangkit di perusahaan, dan Sadina yang menjabat Advokasi masih mempertanyakan, benarkah?

Pada saat itu, Kabid Pengawas Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang Pak Budi (Alm), dan Pak Erman Selaku Pegawai Pengawas mengatakan tidak tahu. Mereka justru mengetahui PT. Slumberland tutup melalui laporan Serikat Buruh  Bangkit, melalui surat nomor 54/IP-I/SB- BANGKIT/DPP/XII/2012. Dalam surat tersebut, DPP Serikat Buruh Bangkit meminta agar Pengawas  Disnaker Kota Tangerang hadir ke perusahaan guna menjamin penegakan hukum, pada 27 Desember 2012.

Pada saat itu Dewan Pimpinan Pusat Serikat Buruh Bangkit melayngkan surat untuk bipartite mendampingi anggota di sana namun ditolak oleh pengacaranya, Advocate & Legal Consultants (Adnanbarus & Rekan). Padahal Bipartit merupakan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2004, UUK Nomor 13 Th 2003, yang wajib dilakukan sebelum ke tahap-tahap berikutnya. Dan peran pendampingan terhadap anggota serikat juga telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000.

Maka, guna menjamin mengawasi proses penutupan yang disertai PHK itu, DPP Bangkit meminta pengawasan dari Disnaker Kota Tangerang. Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 khususnya Pasal 148 Ayat satu hingga Tiga, serta Pasal 149 ayat satu sampai tiga, tentang peran Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dalam hal pentutupan perusahaan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam ayat tersebut: bahwa sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock out) berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock out) dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih; dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.

Entah bagaimana proses penutupan berlangsung, yang jelas sebagian besar pekerja telah terputus hubungan kerjanya dengan menerima 1 X PMTK. Ketika kami konfirmasi kepada Erman yang ketika itu hadir di sana, ia mengatakan “mereka sudah sepakat”.

Bagaimana bagi yang tidak sepakat?

Dalam lembar pendapat hukum yang dikeluarkan oleh Adnanbarus & Rekan Advocate & Legal Consultants, pada poin dari 17 poin yang mereka buat, mereka menyarankan membayar pesangon, penghargaan masa kerja serta sisa cuti sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, Kepmen 150 Tahun 2000, dimana PT. Slumberland Indonesia wajib membayar komponen pesangon Rp 2.054.180.482 untuk 95 pekerja yang di-PHK. Dikutip dari poin 6 surat tersebut, di sana tertera pesangon diberikan 2 (dua) kali pesangon sesuai Kepemn 150 Th 2000 yang dalam hal ini adalah pesangon minimal, dan telah sesuai saran dari kantor KAP yang menyatakan dalam Financial Report halaman 13 yang menyarankan bahwa PHK biaya untuk tenaga kerja yaitu 2 milyar/pertahun (asumsi untuk biaya tenaga kerja).

Tapi bagaimana realisasinya?

Didin Salahudin dan Sadina, hingga saat ini belum menerima pesangon tersebut. Dari pendapat hukum mereka, PHK tersebut tidak berkeadilan. Pertama, perusahaan tidak melakukan upaya efisiensi di bidang lain. Kedua, para pekerja tidak tahu apakah perusahaan pailit atau bangkrut, karena tidak ada penjelasan sesuai mekanisme yang diatur Undang-Undang berupa audit akuntan public yang bisa dibaca oleh pekerja. Dua hal tersebut sangat substansial di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, apalagi PT. Slumberland PMA, yang harusnya pemerintah tidak boleh lalai, terkait perijinan terpadu menyangkut Tenaga Kerja/Pengusaha Asing (TKA). Tentang TKA, bahkan Menaker membuat peraturan khusus melalui Permenaker No 40 Tahun 2012.

“Mosok, nutup perusahaan hanya dengan mengatakan tutup begitu saja?” kata Sadina penuh heran, sambil menekuri secarik kertas yang dikeluarkan Hilding Anders Holdings 3 AB itu.

Dan yang terjadi, pemerintah dalam hal ini Disnaker Kota Tangerang tidak jelas kinerjanya. Beberapa surat yang kami layangkan untuk meminta laporan pemeriksaan terhadap penutupan PT. Slumberland Indonesia sejak awal Januari 2013 tidak mendapat jawaban hingga hari ini.

Sementara, hak-hak Didin dan Sadina masih belum terselesaikan. Bahkan, pesangon dua kali ketentuan sebagaimana tercantum dalam surat Adnanbarus & Rekan, belakangan dicabut dengan alasan salah ketik. Dan Pegawai Pengawas di Disnaker Kota Tangerang, Erman, malah berkata yang tak etis dan jauh dari substansi. Erman bilang, “Kalau kalian minta dibayar 2 ketentuan, kasihan yang lain dong. Nanti ngiri mereka, dan bisa-bisa menuntut juga.”

Dari seluruh proses yang tak jelas hingga kini, satu hal sudah terbukti. PT. Slumberland Indonesia di Jl Manis IV Nomor 3A (Zona Industri Manis-Jatiuwung) Tangerang 15136 Banten – Indonesia itu masih tetap berdiri.

Dalam website-nya slumberland.co.id/inner.htm, di sana tertulis Slumberland A member of the hilding anders group, di laman product & service (hotel) tertera nama-nama hotel berkelas internasional seperti The Ascott, Le Meridien, Marriott, Kempinsky, intercontinental, Sheraton, dll.

Saat artikel ini ditulis, Didin mengirim sms, bahwa saat ini di perusahaan itu para pekerja habis melakukan perpanjangan kontrak, dan sebagain mereka ada yang bekerja shift dua.

Nah, lo..?


Divisi Advokasi
Serikat Buruh Bangkit

2 komentar

Bernafas Dalam "Lumpur"

kematian tak selalu ditandai ketika jasad terkubur
tapi ketika kehidupan bagai kehilangan ruh--kebebasan, keadilan, dan harapan 


Catatan Bangkit 2008

Cahaya Matahari pagi menerobos celah bilik tua. Sejak dua bulan yang lalu, sinar mentari selalu rutin meyapanya setiap pagi. Kehangatan yang sering ia rindukan sejak dulu. Hampir lima tahun, semenjak ia bekerja di pabrik, tak pernah merasakan sinar surya itu, yang kata orang bermanfaat untuk kesehataan.

Ini semestinya menghangatkan. Menggairahkan. Tapi entah kenapa, wajah itu murung, bahkan tampak layu. Kehangatan mentari pagi, sebagai bayangan yang menakutkan. Menyilaukan dan terasa tak ramah. Kegundahan selalu menghadang menjelang kemunculannya. Jika mungkin, rasanya ingin memutar waktu agar tak pernah ada pagi hari.

Setiap pagi, dimana geliat kehidupan dimulai, ia mendapati dunia yang hilang. Dunia yang hampa. Resah tanpa kepastian. Ia hanya bisa menyaksikan teman satu kontrakannya bernama Tini, pergi meninggalkannya, membaur bersama teman-temannya yang lain dalam balutan seragam biru telor asin melewati gang kecil samping kontrakannya. Ia juga hanya menjadi penonton, ketika Tini menghitung beberapa lembar uang sehabis gajian. Juga keluhan Tini, karena pabriknya tidak membayar upah sesuai UMK (upah minimal pokok) sebesar Rp 958 782 untuk 2008.

Seperti hari-hari sebelumnnya, ia tak lagi melakukan rutinitas bangun jam 4 pagi untuk mengantri di MCK, berebut kamar mandi atau kakus.

Tini saja yang masih bangun jam 4 pagi. Kadang juga jam 4.30. Ia sering juga menemani Tini mengantrikan ember dari selang. Maklum airnya dijatah dan hanya dialirkan setiap sore dan pagi. Jika yang punya kontrakan kelupaan, kadang kran masih mengalir hingga malam. Kalau hal itu terjadi, Sutirah paling rajin mempergunakan kesempatan itu.

MCK (mandi kuci kakus) hanya disediakan dua tempat oleh pemilik kontrakan yang berjumlah sepuluh pintu. Ngantri untuk mendapatkan air, kakus, mandi atau mencuci, merupakan tiga persoalan, yang harus dihadapi dengan kesabaran dan ketabahan tahap demi tahap.

Taka jarang, percekcokan terjadi di saat-saat seperti itu. Beberapa petak kamar yang dihuni orang-orang yang sudah berkeluarga, kadang mengerahkan suami atau istri dan anaknya untuk mendapatkan air. Hal ini kadang membuat yang lain merasakan adanya ketidakadilan. Muka-muka cemberut dan bibir-bibir manyun sering terlihat di ajang yang penuh persaingan ini. Di sepanjang depan kontakan tersebut, yang dominan terlihat adalah tumpukan ember dalam posisi saling tumpang dan tindih. Tirah hanya punya dua ember.

Dua tahapan sudah dilalui Tini pagi itu. Ia sudah buang hajat di wc dan sudah selesai mandi. Ia tak harus mengantri untuk mendapatkan air, karena Tirah sudah mengantrikannya semalam. Tini adalah teman satu kontrakan yang baru tiga bulan mengontrak dengannya. Tini berasal dari Pandeglang - Banten. Sutirah berasal dari Magelang. Mereka sama-sama datang ke Tangerang untuk satu alasan yang sama, meski dengan latar belakang yang berbeda. Mereka sama-sama mengadu nasib. Tini mencari kerja ke Tangerang, karena harus menghidupi anaknnya. Suaminya menikah lagi. Meski agak cuek, tapi dia baik. Mengetahui Tirah dipecat, Tini sering berbagi makanan dengan Tirah. Sebungkus nasi sering dimakan berdua. Tini, sebenarnya termasuk orang yang royal. Tapi ia selalu irit dalam membelanjakan uanganya, karena sebulan sekali, Tini harus mengirimkan uang 200.000 ribu ke kampungnya. Biasanya adiknya yang datang memgambil.

“Sok atuh, cuek aja Rah, yang penting kita masih bisa makan…” bujuknya ketika Tirah terlihat ragu-ragu menyuap nasi yang dibeli Tini dari warteg.

Sambil menghanduki tubuhnya, Tini menarik kompor dari sela-sela rak dan container plastic yang digunakan sebagai lemari pakaian. Ia membakar lidi yang sudah memendek. Tangannya memutar-mutar lidi mengikuti lingkar kompor. Namun sumbu-sumbu kompornya tak juga menyala.

“Duh, entek lengane euy,” gerutunya dalam bahasa Jawa berlogat Sunda, yang artinya minyakya habis. Tini memang kadang suka meniru dialeg Jawa Sutirah.

Tirah tergugu di pojok ruangan. Ia berpura-pura masih melafalkan bacaan sholat, meski sebenarnya sebelum Tini masuk ia sudah mengucapkan salam. Perasaan tak enak hati menjalari dadanya. Membuat livernya terasa ngilu, seperti ditusuk-tusuk ratusan jarum. Ia dekap sajadah dan mukena yang habis digunakan sholat subuh. Ia menekur lebih serius, namun konsentrasinya pada kompor yang kehabisan minyak.

Tergesa Tini menyapukan bedak tabur Viva kemasan sachet ke wajahnya, juga memoleskan lipstik ke bibirnya. Lipstik, 5000-an yang dibeli di depan pabrik, yang sering disulap menjadi pasar kaget oleh para pedagang musiman di saat karyawan gajian. Lipstik warna hijau mengkilat, namun setelah disapukan ke bibir ia akan menghsilkan warna merah pekat dan lama-lama membuat bibir nampak kebiruan.

“Cepat Nik, ini sudah mau lewat setengah enam, ntar ketinggalan jemputan lho,” kata Maryani yang menunggu di luar.

“Sakeudeung uey,” jawabnya, sambil tangannya meraih cermin berbentuk love, ke bawah lampu neon 15 watt. Ia melihat wajahnya di cermin, memastikan bedaknya tersapu secara rata di wajahnya. Buru-buru ia memakai sendalnya dan menyambar tas.

“Sopir jemputan memang suka reseh. Kalau kita terlambat sedikit aja, ditinggal. Tapi kalau dia yang kesiangan, molor berjam-jam nggak mau diprotes. Selalu beralasan ini dan itu. Malahan lebih galakan dia. Ayo buruan!” kata Yani. Berdua segera berlari menuju ujung gang.

Tirah memasuki dunia yang lain. Hanya ia sendiri, di dalam sepetak kamar kontrakan. Memandanng berkeliling, hanya ada dua bungkus sarimie, kompor tanpa minyak, dua pasang sandal teplek, beberapa potong baju, seplastik kantong kresek yang selalu rajin ia lipat membentuk segitiga dan dikumpulkan setiap belanja hingga tampak menggelembung, dan tumpukan karet gelang yang mulai membuluk pada ujung-ujung paku.

Di saat sendiri seperti itu, wajah ibu dan dua adiknya bermunculan. Ipah sebentar lagi masuk SMP, Nur sebentar lagi lulus SD. Muka ibunya yang gosong, selalu melintas di benaknya. Ibu yang rela untuk berjemur di sawah berhari-hari bahkan berbulan-bulan sebagai buruh pemotong padi jika musim panen tiba. Ibunya yang tinggal di Magelang sering pergi hingga ke luar daerah, di Purworejo. Kalau musim panen belum tiba, yang bisa dilakukan hanya membuat keranjang pot bibit tanaman, yang akan dibeli pedagang dengan harga 30 perak perkeranjang. Begitulah cara bertahan hidup semenjak bapak Tirah meninggal dunia.

Lebaran kemarin, sambil membantu ibunya di dapur, hati Tirah merasa teriris. Adonan peyek kacang yang hanya dua kilo tak bisa dimatangkan semua. Minyak gorengnya habis. Uang tiga ratus ribu yang ia berikan tak mencukupi untuk membeli kebutuhan lebaran, termasuk membelikan baju adik-adiknya. Padahaal ia sudah mengumpulkan gaji satu bulan dan THR. Sayang, THR-nya hanya 200 ribu. Karena ia baru saja diperpanjang kontrak dan dianggap karyawan baru, meski masa kerjanya sudah empat tahun lebih. Hampir satu juta berhasil dikumpulkan. Rp170 disisihkan untuk jatah kontrakan sekembalinya dari kampung. Rp 400 untuk jatah pulang pergi mudik yang harganya melambung selangit di saat lebaran.

Kala itu, ibunya terpaksa menurunkan penggorengan dan mematikan kayu bakar. Ibu dan anak sama-sama terdiam, sambil membereskan hasil gorengan yang sebagian nampak gosong.

“Sabar yo mbok…bodo tahun ngarep, tidak akan lagi seperti ini…” Tirah berjanji, yang tentu saja tidak didengar ibunya. Karena ucapan itu di dalam hati. Intinya Tirah berjanji bahwa lebaran tahun depan, semuanya akan lebih baik lagi. Dia berjanji tidak akan pergi ke supermarket sehabis gajian, tidak akan tergoda membeli baju, dan membatasi jatah makan cukup sepuluh ribu saja sehari. Supaya bisa mengumpulkan uang untuk lebaran. Supaya bisa membeli kebutuhan dapur, minyak goreng, astor dengan toplesnya, telor, kentang dan kebutuhan lain. Supaya lebaran dilalui dengan nyaman. Supaya bisa menjamu sanak saudara yang berkunjung. Supaya…

Seperti tayangan dalam video, khayalan tentang kampungnya terpenggal oleh ruang sidang di disnaker. Kemarin, ketika sidang kedua digelar, pegawai disnaker Tangerang yang dipimpin oleh Ramayanti, belum punya sikap yang jelas. Bahkan saat sidang ketiga juga digelar, yang ada justru ketidakpastian. Kata personalia pabrik, yang namanya anak kontrak, sudah habis kontraknya ya sudah. Mau apa lagi? personalia menyeringai penuh kemenganan, di depan para Dinas Ketenagakerjaan yang membisu.

Petakan kontrakan itu terasa makin sempit saja. Hanya dinding kusam menjadi saksi bisu setiap tetesan air matanya. Kegalauannya. Keputusasaannya. Tangannnya yang lemah berkali-kali menyeka sudut-sudut matanya yang kian kering. Urat-urat kebiruan nampak bertonjolan di punggung telapak tangan.

Katanya, kontrak itu harus ada perjanjian. Katanya, perjanjian itu harus ada kesepakatan, harus memuat soal masa berlaku kontrak, jenis pekerjaan, dan besarnnya upah. Dan yang paling diingat Tirah adalah, tidak boleh diperpanjang lebih dari dua kali. Perjanjian yang dibuat melanggar hukum, katanya batal demi hukum.

Ia mendesah. Semua kriteria yang ada di undanag-undang ketenegakerjaan, tidak ada yang sesuai dengan apa yang ia alami. Bahkan Tirah sampai tak ingat lagi berapa kali ia diminta menandatangai surat kontrak dan membuat lamaran baru setiap tiga bulan sekali. Belakangan enam bulan sekali. Kok pabrik tetap dianggap tak bersalah?

Kalau disnaker saja tidak bisa menegakkan hukum, lalu di mana lagi hukum ini bisa berlaku sesuai yang ditulis di buku ini..? Apakah di akherat..?

Sebuah torehan terpahat pada dinding. Ada bagian yang tebal dan tipis terputus-putus dalam timpaan warna pulpen yang berbeda. Pulpen warna hitamnya rupanya habis dan disambung dengan krayon merah yang tintanya juga tersendat keluar.

Dinding tetaplah dinding. Ia tidak bisa menjawab, apalagi berbuat sesuatu. Dinding hanyalah benda mati, yang bahkan tak kuasa atas keberadaannya. Tak berhak memilih apakah harus dipasang untuk atap, untuk pintu wc, atau untuk penyekat ruangan. Bahkan benda mati itu, tak memiliki daya apapun ketika ia harus lapuk karena rayap atau kelembaban akibat udara dan terik matahari yang menerpanya secara bergantian.

Hanya dua bulan, triplek itu sudah tak bisa lagi memberi tempat untuk menerima keluhan-keluhan Tirah. Sisi di bagian dalamnya sudah penuh coretan. Spidol, pulpen hingga pensil bermuara di sana. Sebagian mulai mengering dan terlihat lamat-lamat, tertimpa oleh coretan-coretan yang datang menyusul berikutnya, menggambarkan pergulatan emosi yang timbul tenggelam dan luruh dalam kesunyian. Perih.

Kehilangan pekerjaan, membutnya tidak hanya kehilangaan pengharapan atas dirinya. Sebagai perempuan, ia tidak lagi memikirkan memelihara dirinya dalam hal pakaian, bedak, shampo, apalagi parfum. Mencuci rambut pun ia memakai sabun cuci Wings. Bagian terberat adalah, ia melihat pengharapan adik-adiknya di kampung turut sirna. Adik-adiknya yang mungkin tak bisa lagi melanjutkan sekolah, juga ibunya yang mulai tua dan berkurang tenaganya.

Ia menimang-nimang kain biru telor asin, seragam pabrik yang telah setia melekat di tubuhnya sekian lama, seragam yang bukan saja mendominasi bagian penampilannya. Lebih dari itu, ia turut membentuk statusnya sebagai kaum pekerja, yang meskipun gaji kecil tapi berpenghasilan. Seragam itu kini sudah terbungkus koran dan teronggok tak berrdaya di pojok ruangan dalam kepasrahan yang tak pasti.

Sore itu, Tini tidak akan kembali ke kontrakan dan tinggal bersamanya lagi. Kepala regu yang memasukkan Tini bekerja, melarangnya ia tinggal bersama orang yang dianggap melawan perusahaan, karena ikut aksi menuntut upah dibayar sesuai UMK dan rapat-rapat organisai. Tini diberi ultimatum, pilih pindah atau di bernasib sama sepeti dirinya.

Menjelang tengah hari, terik sang surya memanggang kontrakan Tirah yang beratap seng. Baju yang ia kenakan mulai basah. Wajahnya pias. Ia nampak berjalan terbungkuk memasuki kontrakannya. Membawa bungkusan nasi uduk pemberian tetangganya sisa dagangan yang tak habis. Ia mengambilnya separoh, lalu mengikatkannya lagi untuk dimakan sore nanti.

Ia duduk mencangkung sambill sesekali menyeka keringat yang merembes di kening dan pelipisnya. Dari dalam perutnya mengeluarkan bunyi kriuk kriuk. Namun ia tidak segera meyuapkan nasi ke mulutnya. Tiba-tiba…mulutnya bergerak-gerak. Di lehernya urat-urat besar bertonjolan, ada tarik menarik yang ditimbulkan oleh usaha Tirah membendung desakan air dari kedua matanya. Bibir atasnnya digigit kuat-kuat menahan lelehan air mata yang ternyata gagal dibendung. Air itu tumpah dan terus menngalir deras di pipinya yang tirus. Mengalir… dan terus mengalir tanpa kendali.

Sore itu, ia sudah mengemasi semua barang miliknya. Seluruhnya ada dua kardus bermerk mie sedap. Satu kardus untuk baju-baju, satunya lagi digunakan untuk menaruh benda-benda yang menururtnya berharga. Ada jam beker, tas kecil berbordir Winny the Pooh, dan terakhir adalah foto dirinya bersama teman-temannya ketika tour di pabrik. Foto dalam bingkai itu, dibungkus dengan beberapa lembar Koran, agar tidak pecah. Juga boneka tikus, yang dibeli tiga pasag sepuluh ribu di depan gerbang pabrik.

“Maafkan anakmu mbok…mungkin lebaran nanti anakmu tak bisa belikan apa-apa. Anakmu telah gagal..”

Itu kalimat terakhir, yang turut berdesakan di lembar dinding triplek yang sudah penuh coretan. Matahari mengakhiri perjalanannya sore itu, ia menuju ke barat. Udara berdesir lirih disertai redup yang mulai merayap. Seiring azdan magrib dikumandangkan, di dalam kamar petakan itu mulai gelap. Ia terpekur. Mematung. Ia ingin beranjak, namun tak tahu harus pergi ke mana. Air mata kembali mengalir. Dalam kebisuan. Dalam kesunyian. Tanpa isak, tanpa sedu sedan.


Hingga, suatu hari, ia berada di antara kerumunan massa.

Bangkit

Tangerang, Agustus 2008


0 komentar

Kontrak

Penghisapan atas manusia 

Agustus 2008

Pagi itu, ia terbangun dari tidurnya yang hanya beberapa menit. Bahkan ia sendiri tak tahu kapan kesadarannya memasuki alam peraduan. Dunia mimpi, meski tak juga membuatnya bisa bermimpi.

Tangannya segera meraih jam yang ia letakkan pada lipatan celana. Itu benda berharga yang ia miliki selama hidup di perantauan. Jam 05.00. Ia melipat kain sarung, meminggirkan bantal pada dinding, tergesa menuju kamar mandi. Tangan kirinya menenteng tempat sabun, tangan kanannya menyambar handuk yang tersampir pada jemuran dari tali rapia.

Di lorong menuju kamar mandi, teman-temannya tampak sedang berjejer sambil menyandar pada dinding. Wajah-wajah kuyu, dengan mata sulit membuka, tak beda dengan dirinya. Sama-sama kurang tidur. Bedanya, teman-temannya habis kerja lembur, sedang dirinya karena memang tak bisa tidur. Satu orang keluar dari kamar mandi, satu orang mendapat giliran masuk.

Maklum kamar mandi yang merangkap WC itu merupakan satu-satunya, yang digunakan ramai-ramai oleh penghuni kontrakan yang berjumlah sepuluh orang.

Semua temannya sudah selesai. Sebagian ada yang sholat, ada yang menjemur pakaian dan ada yang menuju dapur darurat (memanfaatkan lorong di antara kamar yang berhadap-hadapan). Kini giliran dirinya memasuki kamar pas itu. Namun laki-laki itu malah tampak bimbang. Untuk apa mandi sepagi itu? Ia letakkan peralatan mandi di tempatnya semula. Lalu kembali masuk ke kamarnya. Lunglai.

Dari dalam kamar pendengarannya menangkap kesibukan teman-temannya. Bunyi korek api dinyalakan, bau sangit sumbu kompor, aroma bumbu indomie diseduh air panas dan dentingan sendok yang beradu dengan piring.

Tak berapa lama sebuah suara memanggil namanya, “Kak Ahmad,” suara Yugo, salah seorang temannnya. 

Ia buru-buru mengambil posisi rebah. Memiringkan badannya. Agar tak terlihat bahwa tidurnya hanya pura-pura. Perasaannya bergemuruh membuat kain sarungnya terlihat bergetar, oleh tarikan nafas tak teratur. Ada kecewa dan putus asa. Ia Memilih diam. Tak ingin bersentuhan dengan teman-temannya. Tak ingin diskusi dan menjawab pertanyaan. Bahkan tidak ingin mendengar ungkapan bernada keprihatinan. Ia memilih menghindar.

Menghindar? Tidak! Dalam dirinya selalu ada yang menyentak-nyentak. Ia ingin lari, mendatangi personalia pabrik itu. Ingin menanyakan kenapa diPHK. Padahal dirinya tak bersalah. Tidak mangkir, tidak melawan atasan, tidak menggelapkan barang milik perusahaan untuk kepentingan pribadi, juga tidak mabuk-mabukkan apalagi berbuat asusila.

Pukul 6.30 WIB. Teman-temannya sudah pergi. Yugo, salah satu teman sekamarnya, masuk kamar sekali lagi. Pandangannya tertumbuk pada tubuh yang berbaring dalam posisi miring. Ia seperti hendak menyampaikan sesuatu, nampak menimbang-nimbang dan pergi setelah meninggalkan dua lembar ribuan di dekat kardus sepatu. Yugo pergi dengan tergesa, mengejar teman-temannya.

Pintu berderit ditutup oleh Yugo. Sunyi. Kini tinggal ia sendiri. Ia berjalan ke dapur.Ada semangkuk indomie yang mekar tanpa air dan sebuah kompor yang lupa dikembalikan ke tempat semula, di samping rak sepatu. Sinar matahari menerobos melalui lobang asbes. Ia gelisah. Disulutnya puntung rokok kretek bermerk Salam yang ia sisakan semalam.

Nafasnya kian memburu, berdesakan tak tertampung oleh dadanya yang tipis. Ia terbatuk-batuk. Pandangannya kembali tertuju pada buku sampul biru, bertuliskan UUK 13/2003 dalam huruf besar. Ia teliti sekali lagi pasal demi pasal, ayat demi ayat, lembar demi lembar. Sebagian ujungnya mulai basah oleh tangannnya yang berkeringat. Kriteria yang membenarkan dirinya di PHK sepihak tak ada di sana. Bahkan selama ini, perusahaanlah yang telah banyak melakukan pelanggaran. Melebihkan jam kerja tidak dibayar, memaksa lembur dengan ancaman pemecatan, membayar upah di bawah UMK, apa lagi memberikan cuti haid, cuti tahunan atau THR yang layak. Tahun kemarin, dirinya hanya menerima uang ketupat sebesar 20.000 rupiah. 

Ia juga ingat salah satu kelicikan perusahaan itu, yaitu selalu memanipulasi fakta bila ada buyer Adidas atau Nike. Pembersihan dilakukan hingga ke saluran air. Sabun pencuci tangan dipajangkan di WC. Padahal untuk semua itu, siapa sangka kalau buruh menanggung derita karena harus menahan kencing dan buang air besar, karena tak boleh mondar-mandir mengotori lorong-lorong sekitar WC. juga tak boleh mengambil air minum, supaya lantainya tidak becek.

Wajah Juhendrik, personalia PT.UFU yang telah memecatnya kembali muncul di benaknya. Bahkan seperti hadir begitu dekat, hanya untuk menekankan kalimat pemecatannya sekali lagi, “Kamu sudah tidak dibutuhkan.” Dan ia harus meninggalkan pabrik saat itu juga. Tanpa proses perundingan apalagi peradilan. Argumen yang hendak diajukan pun, telah dipotongnya dengan no coment. Personalia tak melayani perundingan mengenai pemecataan terhadap buruh kontrak.

Di PT. UFU yang mempekerjakan sekitar 4000 buruh itu, tak ada satu peluang pun baginya. Kata personalia, semua departemen sudah tak membutuhkan. Posisi yang ia tempati sudah tak memerlukan tenaganya lagi, meski kenyataannya, posisi yang di tempat dirinya langsung digantikan oleh karyawan lain. Hmm..tak masuk akal.

Ahmad, adalah satu-satunya karyawan kontrak yang aktif tergabung dalam Serikat Buruh Bangkit. Ia juga satu-satunya karyawaan kontrak yang tidak mau menanda tangani surat pelepasan hak ketika menejemen meminta karyawan kontrak untuk membuat pernyataan bersedia dibayar di bawah UMK.
Selama ini, Ahmad memang tidak muncul sebagai pengurus di PT. UFU, yang beralamat di Jl. Pasir Raya, Tangerang. Namun dalam kegiatan di luar PT. UFU, ia banyak melakukan dukungan terhadap proses perjuangan para pengurus. Ia sering dipercaya membuat suarat-surat, selebaran maupun sumbangsih ide-ide dalam rapat. 

Puncaknya, ketika pemotongan upah telah berjalan selama hampir setahun. Ketika para pengurus merasa buntu karena perjuangan terganjal surat pernyataan dari karyawan sendiri yang bersedia digaji murah. Ketika Kepala Dinas Tenaga Kerja Tangerang melegitimasi pemotongan upah dengan dalil “pelepasan hak” dari karyawan. Ketika pengawasan tidak berfungsi dan malah menakut-nakuti bahwa pabrik akan tutup jika pengurus menuntut pembayaran upah sesuai UMK. Ketika SPSI berubah fungsi menjadi akuntan public yang ikut menyatakan bahwa pabrik dalam kondisi bangkrut dan menyebarkan angket kepada karyawan pilih lanjut atau tutup. Ia memutuskan terjun dalam aksi yang digelar di pelataran gedung Dinas Tenaga Kerja Tangerang bersama para pengurus untuk menuntut keadilan. Ia juga masuk dalam tim perunding dan ditunjuk oleh pegawai Disnaker sebagai saksi dalam penyidikan yang diagendakan di kemudian hari.

Namun, siapa sangka bahwa sejak itu pula, garis hidupnya telah ditentukan bukan lagi oleh perjuangan, oleh dirinya ataupun oleh takdir Tuhan yang selama ini manusia wajib mempercayainya, melainkan oleh undang-undanag ketenagakerjaan yang mengatur system kontrak, yang diciptakan Menteri Tenaga Kerja dan pemerintah, bahkan oleh serikat buruh yang bermain mata memberi pintu masuk disahkannya undang-undang tersebut. 

Di suatu sore di bulan Februari, nama Ahmad tak lagi tercantum di tempat perol. Ia tak dipakai lagi. Tak dibutuhkan lagi. Tanpa perundingan. Tanpa proses peradilan. Apalagi hadir sebagai saksi atas pelanggaran yang dilakukan perusahaan tempatnya bekerja selama 5 tahun. Ketika ia mendatangi disnaker mengadukan pemecatan dirinya, petugas di sana menjawab. Kamu tidak dipecat, tapi habis kontrak.

Semua ini hanya karena sebuah status yang bernama kontrak. Masa kerja yang sudah dijalani selama lima tahun dihapuskan tanpa bekas, dengan lamaran baru yang harus dibuat setiap perpanjangan tiga bulan, yang entah sudah berapa kali itu dialami sebagai rutinitas keharusan. 

Ia pun mulai bertanya, sungguhkah jodoh, rejeki dan kematian ditentukan oleh Tuhan?

Dalam kegamangan perasaanya, jiwa dan raganya ia mulai mempertanyakan. Perutnya yang sejak kemarin sore hanya makan di waktu siang mendadak kembung. 

Ia kembali berbaring. Meluruskan badannya yang terasa ampang. Biasanya, saat-saat terlentang seperti itu bayangan kekasihnya akan muncul. Tapi entah kenapa, dalam hatinya tiba-tiba rasa itu sirna. Hambar. Tidak lagi memikirkan cinta, pernikahan, apalagi gambaran keluarga di masa depan. Malah yang muncul adalah angka-angka kasbon di warteg, di warung rokok, di warung indomie dan sewa kontrakan yang sebentar lagi harus dibayar.

Divisi Advokasi
Serikat Buruh Bangkit


0 komentar

Pelepasan Hak

Suara mereka
Pelepasan hak. Kalimat itu ternyata lebih sakti dibanding keputusan Gubernur Propinsi Banten no 561/kep. 55-HUK/2006 yang telah menetapkan upah minimum kota (UMK) Kota Tangerang sebesar Rp.882.500 bagi seluruh buruh di Tangerang untuk tahun 2007.


Begitu, kurang lebih isi yang tertuang dalam surat keputusan yang ditanda tangani oleh Atut Chosiyah, gubernur Banten dengan masa bakti 2007-2012. Namun, tanda tangan Atut, tetap hanya coretan tinta berukir di atas kertas.

Buruh seperti melihat iklan di televisi yang menawarkan harga murah, menawarkan kedadilan, tetapi di alam maya. Bukan di dunia nyata. Jangan harap kita mendapatkannya sesuai iklan itu. Entah itu soal tersendatnya bantuan bencana yang disunat, ingkar janjinya pejabat yang suka ngember, sampai harga produk yang nilainya jauh lebih mahal dari bandrol di iklan. Apa jawabnya? Kalau ingin murah, kalau ingin mendapat santunan, ambil aja di TV. Itu ungkapan pedagang dan pejabat di lapangan.

UMK tidak berlaku bagi buruh berstatus kontrak di PT. Universal Footwear Utama Indonesia (UFU) di Tangerang. Karena buruh-buruh kontrak tersebut telah menanda tangani surat yang menyatakan bersedia dibayar dibawah UMK. Surat pernyataan, yang dibuat dengan sadar tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Lembaran kertas itu, menjadi senjata perusahaan dan mendapat legitimasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang.

Secara hitam putih, memang tidak bisa disangkal bahwa berlembar-lembar kertas itu benar ditanda tangani oleh karyawan yang bersatus kontrak, bahkan tertulis: Dibuat dengan sadar dan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Benarkah?

Secara logika, orang-orang yang masih berpikiran normal, tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri. Tapi kenapa buruh yang jumlahnya ribuan itu bisa bersama-sama melakukan tindakan untuk merugikan diri mereka? Sungguhkah mereka sudah tak punya harapan akan kesejahteraan dalam hidupnya?

Indah dan Santi, mengaku tidak berdaya. Indah dan Santi, bahkan dengan sesadar-sadarnya menandatangani surat itu. Karena kesadaran yang lebih besar telah bersarang di alam bawah sadarnya, bahwa mereka dihadapkan pada dua pilihan, menandatangani pernyataan untuk dibayar murah atau dipecat.

Sejak Januari 2007, pengurus Serikat Buruh Bangkit (SBB) sudah mengajak menejemen PT. UFU untuk bipartit. Namun perusahaan tetap tidak mau membayar sesuai UMK dengan alasan pabrik rugi.

Ketika perundingan tak membuahkan hasil karena sikap keras kepala pengusaha PT. UFU, pangurus melayangkan surat pengaduan ke bagian pengawasan Disnaker Kota Tangerang.

Apa boleh dikata. Lagi-lagi, para penghuni gedung Dinas Tenaga Kerja berseragam coklat itu mengatakan bahwa sudah ada pelepasan hak dari karyawan, kendati mereka tak menampik adanya pelanggaran yang dilakukan pengusaha PT. UFU. Kalimat itu disampaikan oleh, Jamal, Ibnu dan Mardiah di ruang kerja kepala pengawasan. Mereka juga mengatakan bahwa beberapa hari sebelum kedatangan saya bersama pengurus SBB PT. UFU, SPSI telah datang bersama pihak menejemen, membawa surat-surat tersebut.

Lebih aneh lagi, petugas Disnaker yang belakangan datang ke perusahaan untuk melakukan penyidikan (Afrida Arimuri Agung) membuat pernyataan yang intinya, jika ketentuan undang-undang itu dijalankan, semua pabrik di Tangerang ini akan tutup. Sepanjang tahun 2007, buruh PT. UFU tidak menerima upah sesuai UMK.

Setahun telah berlalu. Seiring usainya pesta penyambutan tahun baru yang dirayakan meriah disertai ucapan selamat ke sesama teman untuk saling memberi pengharapan yang lebih baik. Tujuh hari berselang, Gubernur Banten, Atut Chosiyah telah menetapkan SK bernomor: 563/KEP.736-HUK/2007 tentang penetapan UMK Kota Tangerang Propinsi Banten tahun 2008, yang dikeluarkan pada 7 Desember 2008, sebesar Rp 958. 782.

Sesaat, buruh menyambut kenaikan ini dengan gembirra, meski gambaran hidup layak masih jauh panggang dari api. Menurut penuturan Saryadi, yang berstatus karyawan tetap dan merasakan perubahan nilai atas kenaikan tersebut, ternyata sama saja. Dia mengibaratkan hanya naik angkanya tapi tak memberi nilai. Karena barang-barang kebutuhan hidup harganya melambung. Gali lobang tutup lobang, selalu menyertai perjalanan buruh meniti hari demi hari untuk sekedar bertahan hidup.

“Yang penting masih bisa hidup mbak,” kata Yadi dengan nada lirih. Ada ungkapan istilah yang cukup populer di kalangan buruh pabrik yang belum juga berubah sejak puluhan tahun lalu. Mereka bilang, “Belum gajian pusing, sudah gajian bingung”.

Pelanggaran pun berulang dilakukan oleh pengusaha PT. UFU. Di tahun 2008 ini, PT. UFU memberlakukan UMK 2007 untuk buruh-buruhnya yang berstatus kontrak. Jika karyawan berstatus tetap dengan upah sesuai UMK saja masih kepayahan, bagaimana dengan karyawan kontrak yang upahnya di bawah UMK?

Entahlah. Saya tak mendapatkan jawaban dari mulut Santi dan Indah. Bibir mereka terkatup rapat, hanya mata yang berbicara melalui tetesan bening yang terus bergulir di kedua pipinya tanpa kendali. Mereka menangis sesenggukan.

Selama ini anak kontrak tidak saja menerima diskriminasi soal upah. Dalam kondisi kerja, mereka selalu menerima perlakukan yang tidak adil. Harus bekerja lebih awal dari jam kerja yang seharusnya, harus menjalani tambahan jam kerja hingga dua jam dan tidak dibayar alasan tuntuan target yang belum terpenuhi, meskipun kalau targetnya terpenuhi, besoknya pihak perusahaan menaikkannya lagi. Tidak boleh menolak lembur, tidak boleh ijin, meski anak, suami, istri atau orang tua dalam keadan sekarat. Begitulah kepala regu selalu mengancam.

Ketika para pengurus SBB dan Komite Buruh Cisadane (KBC) melakukan aksi di pelataran gedung Dinas Tenaga Kerja Kota Tengerang, Santi dan Indah termasuk di dalamnya. Esoknya, perusahaan memutuskan kontraknya. Mereka dipecat. Apakah ini pelanggaaran normatif?

“Bukan. Karena telah ada pelepasan hak dari karyawan kontraknya dan hal tersebut tidak perlu dipersoalkan lagi,” begitu kata Adang Turwana (Kadisnaker ) Tangerang.

Agustus 2008

Serikat Buruh Bangkit

0 komentar

Rilis Bangkit: Hari Kemerdekaan & Buruh yang Terlantar


Hari ini, tahun ke 67 bangsa Indonesia memperingati hari proklamasi kemerdekaan. 

Dan “Peringatan” proklamasi 17 Agustsus ini, pada akhirnya menjadi sebuah peringatan bagi para pengelola negara yang  berkewajiban melayani pemegang kedaulatan negara yaitu rakyat, dengan sebaik-baiknya.


Namun para pelayan ini telah lama mangkir dari kewajiban dan tak lagi memegang amanah. Mereka bermental korup dan menyebabkan rakyat dilanda wabah kelaparan dan kemiskinan. Penegak hukum mempermainkan hukum sehingga keadilan berlaku secara pandang bulu. Dan sebentar lagi, anak-anak yang putus sekolah akan bertambah karena orang tuanya yang menjadi buruh pabrik, dilanggar hak-haknya dan nasibnya ditelantarkan tanpa kepastian.

Sekarang, tepat di hari peringatan ketika di Istana Negara merayakannya hingga menelan dana milyaran rupiah, Siti Nurhasanah dan para pekerja PT. Starnesia Garment lainnya masih dilemburkan paksa sejak kemarin pagi. Saat ini juga, Sukarsih, Rida Simanjuntak, Sadina dan Joko cs menelan kegetiran karena perusahaannya tidak mau membayarkan upah dan Tunjangan Hari Raya untuk rayakan keagamaan mereka.

Di momen ini, peringatan “kemerdekaan” ini, Siti, Sukarsih, Rida, Joko serta teman-temannya menjadi bukti betapa negara ini begitu rendah karena hukum terbukti kalah oleh kapitalisme. Tidak menghormati dan memberi kesempatan pada warga negaranya untuk menjalankan ibadah keagamaan dan merayakannya.

Bagaimana akan tercipta bangsa yang bersatu, aman, adil, dan sejahtera? Bagaimana negara bisa merekatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, dan terhindar dari perselisihan serta perpecahan, seperti doa yang dipanjatkan Menteri Agama dalam upacara hari ini?

Jika faktanya, masih ada Siti dan ratusan pekerja lainnya yang bekerja bagai rodi, dan Joko cs yang tidak bisa kembali ke kampung halaman dan bertemu keluarga karena ditelantarkan pengussaha. Sejak 4 bulan lalu mereka tanpa dibayar upah, dan tahun ini tanpa THR.

Mereka buruh yang menggerakan pembangunan dan ekonomi bangsa. Mereka pengurus serikat pekerja yang turut melakukan penegakan hukum dan menjadi saksi betapa buruknya hukum di negara ini. Mereka juga menjadi bukti, perlakukan-perlakukan keji yang sangat tak manusiawi.

Indonesia, jika ingin menjadi bangsa yang besar, jadikan proklamasi kemerdekaan yang telah berusia uzur ini sebagai peringatan keras bagi pelayan rakyat untuk sungguh-sungguh menghormati warga negaranya.

Kemerdekaan nampak semakin jauh.


Catatan Bangkit, 17 Agustus 2012

0 komentar
Label:

Surat Buruh Bangkit Untuk Ratu Atut



"Banten Bersatu Teruskan Pembangunan". Adalah slogan yang diusung calon Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam kampanye Pemilihan Gubernur Banten pada 22 Oktober 2011 lalu, dan ia terpilih kembali sebagai Gubernur Banten untuk masa jabatan 2012 -2017.

PRESTASI Atut menggaet banyak investor asing untuk menanam investasi di Tangerang memang pantas disambut baik, tapi penanaman investasi yang akan menyerap tenaga kerja ini harus diikuti juga dengan penegakan Hukum  Ketenagakerjaan.

Kami sebagai warga yang ada di Tangerang sedang dikecewakan oleh perilaku aparatur pemerintah daerah yang ada di Tangerang, khususnya Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Tangerang.

Kinerja mereka tidak hanya lamban, namun juga asal-asalan.

Salah satu contoh, Disnaker Kota Tangerang, membiarkan pengaduan yang dilayangkan Serikat Buruh Bangkit PT. SM Global sejak empat tahun lalu. Dan lebih aneh lagi, di titik kesabaran yang mulai habis, sikap institusi itu sungguh mencengangkan, melalui surat Panggilan Dinas bernomor: 566.12398 tertanggal 23 Mei 2011, institusi itu justru memperlihatkan buruknya etos kerja yang tidak etis.

Dalam lembar berlogo Pemerintah Kota Tangerang itu, sebuah panggilan ditujukan untuk Pemimpin PT. SM Global, yang beralamat di Jalan Telesonik No. 1 Km 8, kelurahan Jatake, kecamatan Jatiuwung Kota Tangerang atas nama Ade Ahmad Yani.

Tahukah siapa Ade? Ade adalah karyawan di sebuah perusahaan lain, perusahaan rekanan PT. SM Global. Di sebuah surat Surat Kontrak Kerjasama nomor KK/328/04/11 NON KB, Ade menjabat GM Production PT Pancaprima Eka Brothers Factory, yang beralamat di Jl Siliwangi Nomor 178, Tangerang – Banten.

Dalam surat tersebut Ade disebut sebagai pihak pertama, dan pihak keduanya adalah Byung Mun Jeong sebagai Pimpinan PT. SM Global. Mereka sepakat sebagai pihak yang memberi order dan penerima order jahitan.

Kami, sebagai Tim Advokasi Serikat Buruh Bangkit yang berkewajiban mendampingi para buruh mencari keadilan, meminta kepada Ratu Atut untuk mengevaluasi fungsi Pengawasan Pemerintah Daerah Kota Tangerang, yang menjadi tanggungjawab dalam wilayah kerjanya sebagai Gubernur Banten.

Keberadaan PT SM Global sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi para aparat Disnaker itu, karena mereka sudah sering melakukan kunjungan ke sana. PT. SM Global yang berdiri sejak tahun 1995, beralamat di Jalan Telesonik No. 1 Km 8, kelurahan Jatake, kecamatan Jatiuwung Kota Tangerang dengan bos bernama, Lee Sea Ho dan Kim Myung Sook, jelas Perusahaan PMA (Pemilik Modal Asing), yang memproduksi pakaian jadi untuk ekspor dengan merk-merk bertaraf Internasional seperti Nike, Adidas dan GAP (Old Navy).

Awasi Kinerja Disnaker

Selama ini kami percaya bahwa keberadan instansi pemerintah bernama Disnaker paling tidak memiliki fungsi mengawasi, memfasilitasi dan memediasi.

Bagaimana para petugas-petugas itu bisa menjalankan fungsinya sebagai pengawas, fasilitator dan mediator, jika mereka bahkan tidak tahu siapa yang harus diawasi? Dan salah orang lagi – WNA menjadi WNI.
Dalam empat tahun itu, kami bersama pengurus Serikat Buruh Bangkit PT. SM Global sudah sering meminta kejelasan mengenai kinerja Disnaker Kota Tangerang, dan petugas-petugas di sana bilang, “Kami sudah melakukan tugas, sudah mendatangi perusahaan,” meski dalam kunjungan itu serikat pekerja sebagai pihak pelapor tidak dilibatkan.

Sampai sekarang, pelanggaran terus berlangsung. Pengurus banyak yang dimutasi, iuran Jamsostek yang dipotong dari upah pekerja tidak disetorkan ke Jamsostek, skorsing (penambahan jam kerja tanpa dibayar) terus dilakukan setiap hari, dan pekerja yang sakit berobat menggunakan uang sendiri.
Menurut kami, keberadaan gedung gedung bercat biru empat lantai yang berlamat di Jl. Perintis Kemerdekaan No 1 Cikokol Tangerang itu harus diawasi dan dievaluasi. Di sana para aparat telah melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai aparutur Negara yang harusnya memberi perlindungan hukum pada warga.

Penegakan hukum yang jelek, perilaku aparat yang buruk, bagai awan hitam yang datang terlalu pagi bagi kegemilangan citra Ratu Atut, yang disebut-sebut sebagai figur  untuk membuat investasi di Banten tumbuh subur.

Para investor harus dididik untuk menghormati hukum dan perundang-undangan di Indonesia. Agar suburnya investasi dan banyaknya investor, tidak seperti penjajah yang menyiksa para rodi, dimana para pejabat pemerintah ibarat kompeninya.

Divisi Advokasi
Serikat Buruh Bangkit.

0 komentar
Label:

Kita Adalah Anugerah Bagi yang Lain


Surat Permohonan Solidaritas

Ini sebuah momen dimana setiap tarikan nafas menjadi tasbih, tidur menjadi ibadah dan setiap kebaikan dilipatgandakan amalnya. Menurut Ustad Yusuf Mansyur dalam ceramahnya di suatu pagi, di bulan Ramadhan ini Allah sedang open house. Kita bisa meminta apapun dari seluruh isinya yang Maha Luas – alam semesta.

Meminta yang diawali dengan memberi, ibarat menabur benih di lahan subur yang maha luas. Selanjutnya biarlah urusan semesta bekerja dengan hukumnya, hukum yang berjalan atas kuasa-Nya. Hal ini, tentu berlaku bagi siapapun, pemeluk keyakinan apapun.

Untuk itu, ijinkan saya mengajak rekan-rekan sekalian untuk menaburkan benih itu. Ini tidak beda ketika kita mengajak seorang teman untuk pergi ke restoran, kafe, dan kita membayarinya makan. Atau ketika kita mentraktir rekan kerja, sahabat, kolega, untuk berbagai alasan. Dan segalanya menjadi hal yang biasa.

Maukah kali ini, rekan-rekan memberikan traktiran pada seseorang, yang akan membuat mereka, juga kita, menjadi sangat luar biasa? Memberi  pada yang yang butuh, mengenyangkan yang lapar, meneguhkan yang sedang terpuruk, adalah saat dimana diri kita menjadi sebuah anugerah bagi orang lain.

Mereka adalah 30 orang pekerja, yang saat ini sedang berjuang dalam kondisi diputus hubungan kerja-nya (PHK). Apa yang Anda lakukan, meski mungkin kecil, namun akan memberi pengaruh yang sangat besar. Ia akan menjadi tonggak bagi sejarah terwujudnya keadilan kaum pekerja. Karena kita telah ikut membangunkan jembatan bagi mereka, untuk bisa melewati masa-masa sulit dan meneruskan perjuangan menegakkan keadilan yang masih panjang.

Sekilas latar belakang

Mereka adalah anggota Serikat Buruh Bangkit, organisasi buruh yang memiliki kepedulian terhadap buruh, melakukan penyadaran, pendampingan dan advokasi hak-hak buruh. Organisasi ini berbasis di Tangerang, sebuah gerakan yang dibangun oleh buruh, dari buruh dan untuk buruh. Kasus 32 orang ini hanyalah salah satu dari berbagai kasus perburuhan yang sedang kami advokasi. Mereka diputuskan hubungan kerjanya secara sewenang-wenang hanya karena meminta hak-haknya diberikan. Hak-hak dimaksud masih soal normative yaitu minta pembayaran lembur, upah sesuai UMK, Jamsostek, dan menolak eksploitasi berupa penambahan jam kerja tanpa dibayar dengan alasan memenuhi target. Dan hal ini rata-rata sudah terakumulasi lebih dari 10 tahun.

Mereka terdiri dari pekerja PT Universal Footwear Utama Indonesia 11 orang, PT. SM Global 3 orang, PT. Spectrum Kind dan Real Lustrum 17 orang, PT. Slumberland 1 orang.  Mereka adalah para pengurus dan anggota Serikat Buruh Bangkit di Tangerang (daftar nama dan foto terlampir).

Ini memasuki hitungan bulan ketiga, ada juga yang sudah memasuki bulan keempat sejak mereka diputuskan hubungan kerjanya. Dalam kurun waktu tersebut mereka ada yang berjualan kacang bawang, es kelapa, menjadi buruh pencuci pakaian, dan ada yang sedang melamar kerjaan lain.  Para anggota serikat juga memberi solidaritas sesuai kemampuan. Namun segala upaya ini masih sangat kecil untuk bisa menguatkan mereka.

Proses yang sedang ditempuh
Saat ini prosesnya sedang kami limpahkan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta. Semoga tidak perlu bergulir ke jalur Pengadilan Hubungan Industrial. Hal ini kami lakukan karena lambannya penegak hukum di wilayah Tangerang Kota. Perjalanan mereka masih panjang.

Tapi mereka tetap memiliki komitmen terhadap perjuangan. Mereka juga orang-orang yang jujur.  Salah satu bukti kejujuran itu, mereka menolak tawaran uang dari perusahaan yang tujuannya untuk pengkooptasian. Ketika itu berulangkali mereka dipanggil oleh HRD masing-masing perusahaan, juga da yang didatangi ke kontrakakannya. Namun mereka tetap memiliki pendirian – memegang amanah yang diberikan anggota kepada mereka selaku pengurus serikat. Dan mereka memilih tetap di jalur perjuangan menegakkan hukum.

Kami di Serikat Buruh Bangkit melihat prinsip yang dimiliki 30 orang ini adalah sebuah nilai yang layak dihargai dan didukung. Di antara gaya hidup mewah para pejabat yang berperilaku korup, masih ada jiwa-jiwa yang jujur, yang mereka miliki.

Mohon lengkapi komitmen mereka dengan komitmen rekan-rekan semuanya. Agar di antara kelemahannya mereka menemukan kekuatan, dibangkitkan kembali dari kelesuannya, dan merasa ada penghiburan dari kesedihannya.

Jika menegakkan hukum di negeri ini sesulit menegakkan benang basah. Maka, memang perlu ada tangan-tangan yang mau melakukannya. Dan di antara tangan itu adalah tangan rekan-rekan sekalian.

Bagi yang ingin berbagi, silahkan melalui Bank BCA a/n Siti Nurrofiqoh di rekening:  2481638692, KCP Pasar Kebayoran Lama.
Data dan foto bisa kami kirimkan via email bagi yang menginginkan.

Jakarta, 1 Agustus 2012 pukul 15:53



Salam hormat,


Serikat Buruh Bangkit
Jl Raya Kebayoran Lama                                 
No 18 Cd Jakarta Selatan 12220
Telp/Fax: +621 31739148 – 7221055
Kontak person: Siti Nurrofiqoh (0813 82 460 455) Siti Nurasiah (081510181557)
Email: dpp.bangkit@yahoo.com

0 komentar
Label:

Press Release Serikat Buruh Bangkit


Bangkit Menggugat

Adalah tentang matinya hak asasi kaum pekerja. Ini terjadi pada tanggal 10 Mei 2012, di lokasi dekat PT. Universal Footwear Utama Indonesia (UFU). Yang berlamat di Jl.Industri II Blok G nomor 1, Pasir Jaya, Jati Uwung, Kota Tangerang Provinsi Banten.

Sekitar pukul 8.25, para pekerja yang tergabung di Serikat Buruh Bangkit hendak mendatangi perusahaan tempat mereka bekerja. Namun tiba-tiba mereka dihadang oleh pasukan ormas Pemuda Panca Marga dan Badan Pembina Potensi Keluarga Banten (BPPKB). Jumlah mereka tiga bus dan sebuah mobil komando serta puluhan motor, lengkap dengan senjata bambu runcing. Para pekerja tunggang-langgang, dan mobil komando pihak Serikat Buruh Bangkit dihadang, nyaris ditabrak serta ditendangi. Pekerja yang berjumlah sekitar 250 orang akhirnya terdesak mundur, dan digiring oleh aparat kepolisian Jatiuwung untuk menempati sebuah tikungan, sekitar satu kilometer dari lokasi.

Hari itu para pekerja melakukan unjuk rasa, sebagai wujud keputusasaan atas berbagai pelanggaran yang bertahun-tahun dilakukan oleh perusahaan yang dimiliki oleh warga negara Korea, memproduksi sepatu di antaranya merk Geox Respira, Diadora, juga pernah mengerjakan Nike maupun Adidas. Pelanggaran tersebut berupa tidak adanya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, manipulasi pemotongan iuran Jaminan Hari Tua dengan menggunakan upah tahun 2003; ekploitasi terhadap pekerja dengan cara tidak membolehkan pekerja pulang sebelum mencapai target tanpa dibayar, melarang dan atu memberlakukan waktu ke WC, menyuruh pekerja membayar air minum, membayar seragam, menghanguskan cuti tahunan, dan melanggar kebebasan berserikat dengan cara mengintimidasi pengurus dan anggota serikat, dan tidak melaksanakan upah sesuai SK Gubernnur sejak 2007 sampai 2012. Dan para pekerja masih bersetatus kontrak meski masa kerja mereka telah mencapai 5 tahun atau lebih.

Permasalahan di atas sudah dilaporkan oleh Serikat Buruh Bangkit sejak tahun 2007 ke berbagai instansi terkait – sedari Disnaker Kota Tangerang, Walikota Gubernur Banten, DPRD Kota Tangerang, hingga ke Menteri Tenaga Kerja, Ombusedman Nasional dll. Namun sampai sekarang tidak ada tindakan yang bisa mengubah nasib pekerja di perusaan tersebut. Justru pengusaha mengintimidasi pengurus dan anggota serikat yang ingin meminta hak-haknya dengan melibatkan ormas-ormas yang tidak ada hubungannya dengan persoalan pekerja.

Serikat Buruh Bangkit, merupakan salah satu organisasi buruh yang berhak dan berkewajiban melakukan pembelaan dalam Perselisihan Hubungan Industrial atau tindakan pengusaha yang dapat merugikan pihak pekerja. Kami melihat bahwa meruncingnya persoalan karena negara melakukan pembiaran. Hal ini merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak-hak pekerja yang secara khusus tercantum dalam Konstitusi Republik Indonesia yaitu Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar RI.  Kami sungguh mempertanyakan, di manakah negara? Sehingga aparat membiarkan orang atau kelompok menggunakan senjata dan mengancam di depan matanya?

Dengan hilangnya rasa aman atas kejadian tanggal 10 Mei 2012 ini, kami akan meneruskan perjuangan dengan mendatangi Kantor Menteri Tenaga Kerja di Jakarta, Senin 13 Mei 2012 sampai ada penyelesaian.

Untuk itu kami mengajak seluruh elemen serikat pekerja/buruh, lembaga pemerhati kedilan dan penegakan hukum untuk memberikan solidaritas dan perhatian melalui berbagai dukungan dalam bentuk apapun (surat/delegasi, dll). Itu penting guna mengawasi kinerja aparatur negara demi terwujudnya penyelenggeraaan pemerintahan yang tegas, bersih, dan jujur, demi tegaknya keadilan.


Tangerang, 10 Mei 2012

Serikat Buruh Bangkit

0 komentar
Label:

Deklarasi Pinggir Kali

Sore yang panas. Sesekali udara membawa aroma tak sedap dari sungai yang memanjang di belakang rumah kontrakan di Gang Beringin, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat. Teman-teman Nia Kaniasih, seluruhnya 14 orang telah menunggu di sana. Di antara sesaknya perabotan, mereka duduk berhimpitan.

Di kamar itu, mereka memulai sejarah baru. Sejarah ketika manusia dituntut hadir dengan segala keutuhannya. Harapan yang akan dicapai, tantangan yang akan ditempuh. Dan harapan itu baru disadari belakangan ketika ia sudah diambang kehancuran.

Sudah setengah abad lebih, ketika gerakan buruh pertama kali dimulai. Sudah terlalu banyak peristiwa, berlangsung dengan gegap gempita, memakan banyak korban jiwa. Meski begitu, hingga saat ini, masih saja penindasan terus terjadi.

Sore itu mereka masih tidak tahu, bagaimana caranya memperjuangkan hak-hak mereka, ketika masa kerja sepuluh tahun akan dihilangkan begitu saja. Diganti dengan system kontrak dan outsourcing, kebijakan yang diwariskan Presiden Indonesia ke 5, Megawati Soekarno Putri. Mereka juga tidak tahu, harus meminta keadilan pada siapa, ketika Disnaker menjadi momok yang menakutkan, karena terlalu sering disebut-sebut oleh pengusaha, bahwa Disnakerlah yang akan memutuskan dan mereka tak akan bisa berbuat apa-apa.

Kenyataan seperti ini saya jumpai di mana-mana: buruh, masih banyak yang tidak tahu serikat pekerja; yang sesungguhnya menjadi alat memperjuangkan hak-haknya. Setengah abad kemerdekaan Indonesia, masih belum mengubah syndrom pasca penjajahan, karena penjajahan, pemdodohan dan pemiskinan tengah berlangsung hingga sekarang.

Sore itu mereka bak saksi bisu, mendengar dan melihat penuturan teman-teman buruh yang datang dari Tangerang. Mereka baru terbuka, tentang pentingnya perjuangan. Nasib pekerja, perlu diperjuangkan oleh pekerja juga. Bukan partai, apalagi pemerintah.

Diskusi sudah berlangsung hampir dua jam. Dan mereka masih dalam kediaman. Kata Erwin dan Nia, mereka bilang bahwa mereka tak tahu harus berdiskusi dengan bahasa apa. Dan Erwin mengatakan, mereka bisa diskusi dengan bahasa yang sederhana. Mendengar itu hati terasa berkelabu. Terbayang jelas, bahwa mereka akan berhadapan dengan deretan orang-orang dari berbagai kalangan. Sedari pengacara pengusaha hingga orang-orang instansi pemerintah yang jarang bersikap ramah.

Dan agaknya, kelemahan telah menemui batasnya. Dan keberanian telah menumbuhkan benihnya. Mereka membulatkan tekad, menjadikan ketakutan sebagai titik balik kebangkitan. Serikat pun dibentuk sore itu. Secara demokratis, Nia Kaniasih dan Erwin terpilih. Nia menjadi ketua dan Erwin wakilnya. Bendahara dan pengurus-pengurus divisi disusun saat itu juga.

Tepuk tangan pun terdengar meriah meski dalam gema yang lemah. Mata mereka sesekali melirik ke tetangga kamar sebelah. Di sini saya temui, bahwa kebebasan tak serta merta melanggar hak orang lain, meski ia untuk sebuah kebenaran.

Erwin, Nia dan teman-temannya adalah karyawan di Apartemen Permata Senayan. Mereka sebagai cleaning service, yang bertugas menjaga kebersishan gedung itu. Mereka sudah bekerja rata-rata lima sampai 10 tahun. Namun mereka sedang gundah, karena tidak pernah tahu, sampai kapan mereka masih bisa bekerja di tempat itu. Pasalnya, pihak manajemen mengatakan, mereka akan doutsourcingkan. Dan menolak berarti keluar.

Dari kamar petakan itu mereka belajar memiliki impian. Impian seorang manusia yang harus dihargai sebagai manusia. Impian tentang keadilan yang harus berjalan semestinya.

Baju-baju jemuran bergelantungan di depan pintu. Di balik itu, ada mata Erwin dan Nia yang berbinar menyiratkan bara.

Tugas kemanusiaan telah menunggu. Mulai esok, ujung tombak perjuangan ada di tangan mereka. Meski penuh liku, namun harapan akan selalu ada.


Jakarta, 10 April 2010

Serikat Buruh Bangkit

0 komentar
Label:

Press Release GSBI & Bangkit: Dapur Buruh Pindah di Menaker


Ini akan terjadi siang nanti sekitar pukul 11 di gedung Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta. Sekitar 1.344 buruh yang tergabung bersama Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) dan Serikat Buruh Bangkit akan mendatangi kantor Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar.

Ini terkait dengan panggilan Menaker yang diagendakan pukul 13.00, karena laporan GSBI PT. Panarub Dwikarya atas pelarangan yang dilakukan perusahaan itu terhadap 1.300 buruhnya. Juga anggota Serikat Buruh Bangkit (SBB) sebanyak 44 pekerja dari PT. Universal Footwear Utama Indonesia, PT. Slumberland, PT. Spectrum Group, PT. SM Global dan PT. Bintang Pratama Sakti mitra PD. Dharma Jaya yang masuk wilayah Disnaker Jakarta Timur, yang mengalami nasib sama.

Praktis, pekerja yang telah ditelantarkan ini tidak lagi bisa mengepulkan asap dapur. Ini terjadi pada 1.300 pekerja PT. Panarub yang telah terkatung-katung sejak 18 Juli 2012, dan terhadap anggota Serikat Buruh Bangkit yang sejak 3-4 bulan dilarang bekerja tanpa dibayar upah proses. Lagi, kemiskinan kembali diciptakan oleh system yang terstruktur di negara ini!

Kami GSBI & SBB selaku organisasi buruh yang peduli dan bersungguh-sungguh memperjuangkan hak-hak buruh menilai bahwa pelarangan kerja yang dilakukan para pengusaha tersebut, bentuk pelanggaran hukum ketenagakerjaan. Karena mogok yang dilakukan karena perusahaan melanggar hak normative adalah sah dan dilindungi undang-undang dan perusahaan wajib melaksanakan ketentuan, salah satunya membayar upah. Namun itu tidak terjadi ketika perangkat hukum tidak berfungsi dan system pengawasan di Disnaker Kota Tangerang maupun Disnaker Jakarat Timur tidak berfungsi. Bahkan Disnaker Kota Tangerang hanya sepreti pengumpul data atas pelaporan-pelaporan yang dilakukan GSBI maupun SBB sekitar 5 tahun lebih.

Kami GSBI & SBB mengundang rekan-rekan dari media untuk meliput pindahnya "Dapur Buruh di Menaker" yang akan diselenggarakan pada Kamis, 9 Agustus 2012,  antara pukul 11:00-12:00 di Gedung Menaker Trans di Jakarta.

Kegiatan ini akan diisi dengan orasi dari buruh-buruh pabrik, pembacaan puisi dan pameran perlatan dapur yang menungggu bahan untuk dimasak—penantian tanpa batas waktu, sampai ada kepastian pembayaran upah dan THR mereka.


Jakarta, 9 Agustus 2012

GSBI & Serikat Buruh Bangkit
Untuk Info lebih lanjut dapat menghubungi:
Kantor DPP.GSBI                    : +62214223824
Rudi HB Daman                      : +6281808974078
Emelia Yanti MD Siahaan        : +62818125857
Siti Nurrofiqoh                        : 081382460455
Siti Nurasiah                           : 081510181557
Email: gsbi_pusat@yahoo.com
Facebook: infogsbi@gmail.com
Skype: federation.independent
Email: dpp.bangkit@yahoo.com; bersama_bangkit@yahoo.com

0 komentar
Label:

Rilis Bangkit: Kriminalisasi Terhadap Buruh oleh Pengusaha PT. Vitra Graha Interia

Ia adalah Didi Humaidi, ketua Serikat Buruh Bangkit di PT. Vitra Graha Interia, yang beralamat di Manis Raya No 13, Komplek Industri Manis Tangerang.

Hari ini, 7 November 2012 ia akan menghadap penyidik Ipda Sobirin dan Brigadir Wahyu S. Wibowo di Ruang Team III Unit Reskrim Polsek Curug Jl Raya STPI Km 5 Curug Tangerang, pukul 10.00. Hal ini terkait laporan yang dilakukan oleh pengusaha PT. Vitra Graha Interia bernama Yoakim Lawa. Sesuai surat panggilan bernomor Spgl/245-1/XI/2012/Reskrim itu, Didi akan dimintai keterangannya sebagai saksi dalam perkara tindak pidana penggelapan atau penipuan.

Didi dikenakan pasal 378 dan 372 KUHP, yang mendasarkan pada peristiwa 4 Agustus 2012 ketika Didi menjual limbah perusahaan senilai Rp 727.500. Kemudian, accounting perusahaan bernama Murti menyerahkan uang senilai Rp 2. 873.200 pada 7 Agustus 2012. Penyerahan tersebut menggunakan tanda terima.

Bagaimana pengelolaan ini dianggap penggelapan dan penipuan?

Padahal, manajemen telah mengeluarkan Surat Keputusan pengelolaan limbah tertanggal 6 Agustus 2012 yang ditanda tangani oleh Yoakim selaku HRD dan persetujuan secara lisan jauh hari sebelumnya dalam sebuah pertemuan dengan manajemen.

Pengelolaan limbah tersebut bermula dari ide Didi sekitar Juli 2012. Tujuannya untuk menambah kesejahteraan pekerja di antaranya untuk mengadakan acara tour tahunan, halal bihalal, door price, dan pembuatan seragam karyawan. Rencana peruntukan hasil pengelolaan limbah tersebut dibuat dan diajukan secara tertulis oleh Didi. Karena selama ini pekerja tidak pernah mendapatkan seragam dari perusahaan, maka pengadaan seragam menjadi sekala prioritas. Di dalam surat yang diajukan perusahaan itu, Didi juga menyertakan nama-nama pekerja sebanyak 117 orang.

Proses pengadaan seragam juga melibatkan manajemen bernama Roni, Direktur Utama PT. Vitra. Roni kemudian menjanjikan akan mencari tempat pembuat seragam dan mencari harga yang murah. Sampai saat ini, pengadaan seragam sedang dalam proses di tangan Roni. Sedang keuangan dikelola olah Didi, sambil menunggu nilainya mencukupi untuk membayar order sebanyak 117 pieces.

Namun, pada 4 September 2012, datang Surat Panggilan dari Kepolisian Curug yang ditujukan pada empat pekerja yang semuanya pengurus serikat. Mereka adalah Sugeng, Winardi, Giarto dan Zainal. Mereka diinterograsi oleh penyidik Kepolisian Curug  sebagai saksi penggelapan yang dijeratkan terhadap oleh Didi Humaidi.

Padahal, proses penjualan limbah yang dilakukan pada 4 Agustus 2012 tersebut sudah mendapat persetujuan Joice selaku pemilik dan Yatman yang menjabat Kepala Devisi Metal Produski. Juga disaksikan oleh Sugeng Kepala Produski dan petugas satpam bernama Agus.

Kami Serikat Buruh Bangkit bersama Lembaga Penyadaran dan Bantuan Hukum (LPBH-FAS) saat ini sedang melakukan advokasi terhadap Didi Humaidi dan pengurus Serikat Buruh Bangkit di PT. Vitra. Kami memohon dukungan kepada segenap elemen serikat buruh, lembaga, individu, dan masyarakat sebangsa dan setaƱah air yang mencintai keadilan untuk turut  mengawal proses penyidikan Didi dkk, yang dilakukan oleh Polsek Curug Tangerang.

Sikap kita sebagai warga negara untuk memantau kinerja abdi masyarakat penting, agar aparat kepolisian benar-benar menjalankan fungsinya melindungi dan mengayomi masyarakat. Hal ini bertujuan agar penegakan hukum dapat terwujud serta mencegah kembali terjadinya kriminalisasi perburuhan yang dilakukan oleh Pengusaha kepada buruh-buruhnya.

Tangerang, 6 November 2012


Salam Bangkit!

Divisi Advokasi
Serikat Buruh Bangkit

0 komentar