Catatan Bangkit I
23 Desember 2013
Berita itu disampaikan melalui surat
elektronik yang dikirim dari Malaysia,
oleh Mr. Anders Larsson (Finance Director)
pada 13 Desember 2012. Pasca surat tersebut,
Manajemen PT. Slumberland Indonesia
membuat surat undangan untuk mengumumkan perihal
penutupan dan sosialisasi PHK, melalui surat
nomor 261259/SIL/FIN/XII/2012.
Berita penutupan PT. Slumberland juga ditulis di situs
berita www.okezone.com pada 8 Januari 2013. Namun Didin Salahudin ketua
Unit Serikat Buruh Bangkit di perusahaan, dan Sadina yang menjabat Advokasi
masih mempertanyakan, benarkah?
Pada saat itu, Kabid Pengawas Dinas Ketenagakerjaan Kota
Tangerang Pak Budi (Alm), dan Pak Erman
Selaku Pegawai Pengawas mengatakan tidak tahu. Mereka justru mengetahui PT.
Slumberland tutup melalui laporan Serikat Buruh
Bangkit, melalui surat
nomor 54/IP-I/SB- BANGKIT/DPP/XII/2012. Dalam surat tersebut, DPP Serikat Buruh Bangkit
meminta agar Pengawas Disnaker Kota
Tangerang hadir ke perusahaan guna menjamin penegakan hukum, pada 27 Desember
2012.
Pada saat itu Dewan Pimpinan Pusat Serikat Buruh Bangkit
melayngkan surat untuk bipartite mendampingi
anggota di sana
namun ditolak oleh pengacaranya, Advocate
& Legal Consultants (Adnanbarus & Rekan). Padahal Bipartit
merupakan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2004, UUK Nomor
13 Th 2003, yang wajib dilakukan sebelum ke tahap-tahap berikutnya. Dan peran
pendampingan terhadap anggota serikat juga telah dijamin oleh Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000.
Maka, guna menjamin mengawasi proses penutupan yang disertai
PHK itu, DPP Bangkit meminta pengawasan dari Disnaker Kota Tangerang. Sesuai
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 khususnya Pasal 148 Ayat satu hingga Tiga,
serta Pasal 149 ayat satu sampai tiga, tentang peran Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan dalam hal pentutupan perusahaan. Hal ini sebagaimana ditegaskan
dalam ayat tersebut: bahwa sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock out) berlangsung, instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan
masalah yang menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock out) dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para
pihak yang berselisih; dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
Entah bagaimana proses penutupan berlangsung, yang jelas
sebagian besar pekerja telah terputus hubungan kerjanya dengan menerima 1 X
PMTK. Ketika kami konfirmasi kepada Erman yang ketika itu hadir di sana, ia mengatakan
“mereka sudah sepakat”.
Bagaimana bagi yang
tidak sepakat?
Dalam lembar pendapat hukum yang dikeluarkan oleh Adnanbarus
& Rekan Advocate & Legal
Consultants, pada poin dari 17 poin yang mereka buat, mereka menyarankan
membayar pesangon, penghargaan masa kerja serta sisa cuti sesuai Undang-Undang
Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, Kepmen 150 Tahun 2000, dimana PT.
Slumberland Indonesia wajib membayar komponen pesangon Rp 2.054.180.482 untuk
95 pekerja yang di-PHK. Dikutip dari poin 6 surat tersebut, di sana tertera
pesangon diberikan 2 (dua) kali pesangon sesuai Kepemn 150 Th 2000 yang dalam
hal ini adalah pesangon minimal, dan telah sesuai saran dari kantor KAP yang
menyatakan dalam Financial Report halaman 13 yang menyarankan bahwa PHK biaya
untuk tenaga kerja yaitu 2 milyar/pertahun (asumsi untuk biaya tenaga kerja).
Tapi bagaimana
realisasinya?
Didin Salahudin dan Sadina, hingga saat ini belum menerima
pesangon tersebut. Dari pendapat hukum mereka, PHK tersebut tidak berkeadilan.
Pertama, perusahaan tidak melakukan upaya efisiensi di bidang lain. Kedua, para
pekerja tidak tahu apakah perusahaan pailit atau bangkrut, karena tidak ada
penjelasan sesuai mekanisme yang diatur Undang-Undang berupa audit akuntan
public yang bisa dibaca oleh pekerja. Dua hal tersebut sangat substansial di
dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, apalagi PT. Slumberland PMA, yang harusnya
pemerintah tidak boleh lalai, terkait perijinan terpadu menyangkut Tenaga
Kerja/Pengusaha Asing (TKA). Tentang TKA, bahkan Menaker membuat peraturan
khusus melalui Permenaker No 40 Tahun 2012.
“Mosok, nutup perusahaan hanya dengan mengatakan tutup
begitu saja?” kata Sadina penuh heran, sambil menekuri secarik kertas yang
dikeluarkan Hilding Anders Holdings 3 AB itu.
Dan yang terjadi, pemerintah dalam hal ini Disnaker Kota
Tangerang tidak jelas kinerjanya. Beberapa surat
yang kami layangkan untuk meminta laporan pemeriksaan terhadap penutupan PT.
Slumberland Indonesia
sejak awal Januari 2013 tidak mendapat jawaban hingga hari ini.
Sementara, hak-hak Didin dan Sadina masih belum
terselesaikan. Bahkan, pesangon dua kali ketentuan sebagaimana tercantum dalam surat Adnanbarus &
Rekan, belakangan dicabut dengan alasan salah ketik. Dan Pegawai Pengawas di
Disnaker Kota
Tangerang, Erman, malah berkata yang tak etis dan jauh dari substansi. Erman
bilang, “Kalau kalian minta dibayar 2 ketentuan, kasihan yang lain dong. Nanti
ngiri mereka, dan bisa-bisa menuntut juga.”
Dari seluruh proses yang tak jelas hingga kini,
satu hal sudah terbukti. PT. Slumberland Indonesia di Jl Manis IV Nomor 3A
(Zona Industri Manis-Jatiuwung) Tangerang 15136 Banten – Indonesia itu masih tetap
berdiri.
Dalam website-nya slumberland.co.id/inner.htm, di
sana tertulis Slumberland A member of the
hilding anders group, di laman
product & service (hotel) tertera nama-nama hotel berkelas internasional
seperti The Ascott, Le Meridien,
Marriott, Kempinsky, intercontinental, Sheraton, dll.
Saat artikel ini ditulis, Didin mengirim sms, bahwa saat ini
di perusahaan itu para pekerja habis melakukan perpanjangan kontrak, dan
sebagain mereka ada yang bekerja shift dua.
Nah, lo..?
Divisi Advokasi
Serikat Buruh Bangkit