Bernapas dalam lumpur

Kematian tak selalu ditandai ketika jasad terkubur tapi ketika kehidupan bagai kehilang ruh kebebasan, keadilan, dan harapan .

Rilis Bangkit: Hari Kemerdekaan dan Buruh yang Terlantar

Hari ini, tahun ke 67 bangsa Indonesia memperingati hari proklamasi kemerdekaan.

Pelepasan Hak

Pelepasan hak. Kalimat itu ternyata lebih sakti dibanding keputusan Gubernur Propinsi Banten...

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Judicial Review, Jalan Lain Perjuangan Buruh



Pada 21 Desember 2016, Yayasan Forum Adil Sejahtera (YFAS) mengadakan peluncuran buku berjudul . “Pengusaha Wajib Membayar Upah Tertangguh”.  Lahirnya buku ini, merupakan jalan lain untuk memperjuangkan hak-hak buruh di Indonesia.

Kenapa jalan lain?

Menurut Hafidz, yang concern melakukan penelitian Putusan Mahkamah Konstitusi (MK),  ada saat kapan buruh turun ke jalan, ada saat kapan buruh harus melakukan bentuk gugatan terhadap undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 yang di dalamnya terdapat hak konstitusi warga Negara.

Apa yang dikatakan Mas Hafidz  tentunya perlu direnungkan. Apalagi jika kita melihat terbitnya berbagai undang-undang yang menjadi palang-palang bagi buruh dalam menggunakan haknya menuntut keadilan. Salah satunya adalah undang-undang yang mengatur ijin menyampaikan pendapat di muka umum, dimana undang-undang tersebut memberi keleluasaan control bagi aparat dan pemilik modal terhadap proses persiapan aksi, dan sering disertai intimidasi-intimidasi karena niat mogok sudah diketahui jauh-jauh hari sebelmnya. Lalu, dalam pelaksanaan aksi, buruh juga dihadapkan pada batasan jam berlangsungnya aksi. Lewat dari itu, kita sama-sama tahu akibat-akibat yang terjadi dan buruh-buruh serta aktivis yang menjadi korban karenanya.

Artinya, aksi turun ke jalan, akan usai pada hari itu meski permasalahan tidak selesai. Tanpa menafikan bahwa aksi tetap perlu dilakukan, melakukan gugatan undang-undang yang merugikan buruh sudah menjadi kebutuhan mendesak dan disadari secara massif oleh semua elemen serikat buruh.

Hal itu kian terbukti dengan dikabulkannya sebagian tuntutan Serikat Buruh Bangkit dan Gabungan Serikat Buruh Mandiri bersama YFAS pada 2016 dalam Nomor: 72/PUU-XIII/2015. Dalam sidang putusan yang dibacakan pada 29 September 2016, MK menghapus bagian frasa Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakeraan. Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan Amar Putusan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dinyatakan sepanjang frasa “…tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

Artinya, Mahkamah memberi penegasan selisih kekurangan pembayaran upah minimum tetap wajib dibayarkan pengusaha selama masa penangguhan.

Putusan MK itu berlaku bagi seluruh buruh di Indonesia. Tidak ada celah lagi bagi pengusaha untuk membayar upah di bawah ketentuan pemerintah.

Cukup lama buruh ibarat dihadapkan pada layar kaca dimana kenaikan upah tiap tahun adalah harapan yang bisa dilihat dan didengar, namun realitanya buruh mendapati lorong gelap yang disesaki ketidakadilan dan ketidakpastian hukum. Akibatnya, buruh menjadi korban pengingkaran hak-hak konstitusionalnya sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Salah satunya dialami buruh PT. Universal Footwear Utama Indonesia yang hingga lebih dari tujuh tahun upahnya selalu ditangguhkan dan tidak pernah dibayar selisihnya. Dalam kurun waktu 2013-2014 saja buruh di PT. UFU dirugikan senilai Rp. 18.418.818.000,- (puluhan miliar).

Bagaimana dengan buruh di pabrik lain? Berapa jumlahnya? Dan berapa kerugiannya? Tentunya bisa bernilai triliunan. Itu terjadi sejak Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 diterbitkan. Meski sejak itu pula telah memicu berbagai gerakan demonstrasi yang tiada henti.

Saya akhiri tulisan ini dengan mengutip pernyataan Mas Hafidz, bahwa gerakan turun di jalan tetap penting tapi buruh juga perlu dengan cerdas menggabungkanya dengan terobosan yang lebih efektif, salah satunya menggugat ke MK.

Tangerang, 21 Desember 2016

0 komentar