Bernapas dalam lumpur

Kematian tak selalu ditandai ketika jasad terkubur tapi ketika kehidupan bagai kehilang ruh kebebasan, keadilan, dan harapan .

Rilis Bangkit: Hari Kemerdekaan dan Buruh yang Terlantar

Hari ini, tahun ke 67 bangsa Indonesia memperingati hari proklamasi kemerdekaan.

Pelepasan Hak

Pelepasan hak. Kalimat itu ternyata lebih sakti dibanding keputusan Gubernur Propinsi Banten...

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

PT. Universal Footwear Utama Indonesia Memanipulasi Iuran JAMSOSTEK


Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bertujuan melindungi dan menyejahterakan pekerja dan keluarganya. Dalam Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 1992, pengusaha wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek yang meliputi 4 paket yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, dan Jaminan Hari Tua, yang kini berubah menjadi BPJS.

Pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja diancam hukuman penjara dan denda. Dalam Undang-undang tersebut, pelanggaran sama yang diulang diancam sangsi lebih berat.

Bagaimana realita penegakan hukumnya?

PT. Universal Footwear Utama Indonesia (UFU), selain tak mengikutkan pekerja kontrak dalam Jamsostek, juga tidak mengikutkan program Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi pekerja tetap, serta memanipulasi data upah untuk iuran premi Jaminan Hari Tua (JHT).


Tercatat, sejak 2004 sampai 2011 PT. UFU membayar premi JHT menggunakan dasar Upah Minimum Regional (UMR) 2003 yang nilainya Rp.628.500. Untuk 2011 sampai 2012 menggunakan dasar UMK 2008 yang nilainya Rp.982.500, nilai yang jauh dari ketentuan pemerintah yaitu Rp 1.529.150 dan upah yang riil yang diterima pekerja senilai Rp 1.381.000. sedangkan di tahun 2013 sampai 2014 adalah UMK 2012 dengan nilai nilai Rp. 1.381.000.

Selain manipulasi data upah, PT. UFU juga tidak menyetorkan iuran yang telah dipotong dari para pekerja pada bulan Maret sampai Oktober 2013 kepada Jamsostek. Dalam Bipartit yang dilakukan Didin Sanudin selaku pengurus Serikat Buruh Bangkit, perusahaan beralasan sulitnya kondisi keuangan. Lho, bukankah iuran tersebut berasal dari gaji pekerja yang telah dipotong setiap bulannya?

Pada 9 dan 16 Oktober 2013, ketika pengurus Serikat Buruh Bangkit mendatangi Jamsostek, Dinil Hakiki Pembina Jamsostek Unit Kerja PT.UFU menyatakan tentang kerugian bagi pekerja atas tidak dibayarkannya iuran JHT, yaitu uang saldo buruh tidak bertambah atau tidak ada pengembangan. Kepala Bidang Pemasaran Brahma Dewa Brata juga menyatakan akan membawa kasus tersebut ke Kejaksaan jika PT. UFU terus menunggak.

Faktanya, pada 2014 pelanggaran kembali diulang oleh PT. UFU. Ketika Pengurus Serikat Buruh Bangkit meminta penjelasan dari PT. Jamsostek, iuran JHT yang telah dipotong oleh pekerja per Januari hingga April tidak disetorkan ke PT. Jamsostek. Menurut pihak Jamsostek, PT. UFU belum memberi keterangan atas surat tagihan PT. Jamsostek yang telah dilayangkan sejak Maret.

PT.UFU adalah sebuah Perusahaan Asing dengan pemilik bernama Seok Tae Lee dan Miss Kwak sebagai Direktris, keduanya warga negara Korea. PT.UFU telah berdiri sejak 1999 mempekerja kan karyawan sekitar 4.648 orang dan memproduksi sepatu dengan merk-merk internasional di antaranya dan memproduksi sepatu dengan merk-merk internasional di antaranya New Balance, Specs, Lonsdale, Geox Respira, Sperry, Karrimor, Lafuma, Fred Perry, Puma, Decathlon, Superfit, dan HI-TEC.

Bagaimana pelanggaran terus terjadi bertahun-tahun, sementara dalam pasal-pasal UU Jamsostek mengatur tentang kewajiban pengusaha memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya dan daftar upah, termasuk kewajiban menyampaikan data ketenagakerjaan dan data perusahaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kepada Badan Penyelenggara?

Lebih lanjut di dalam pasal 18 dalam UU Jamsostek dinyatakan, apabila pengusaha dalam menyampaikan data terbukti tidak benar, sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka pengusaha wajib memberikan hak-hak tenaga kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.

Dan apabila pengusaha dalam menyampaikan data terbukti tidak benar, sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran jaminan kepada tenaga kerja, maka pengusaha wajib memenuhi kekurangan jaminan tersebut. Dalam UU Jamsostek juga diatur kewajiban pengusaha memiliki daftar tenaga kerja, daftar upah, daftar kecelakaan kerja yang dimuat dalam buku, dan tata cara penyampaian data ketenagakerjaan.


Serikat Buruh Bangkit telah melaporkan pelanggaran ini berulangkali kepada Pengawas Ketenagakerjaan Kota Tangerang sejak 2007, namun surat-demi surat yang dilayangkan ke gedung biru itu bagai garam yang terbuang di lautan. Disnaker Kota Tangerang yang berada di Jl. Perintis Kemerdekaan No 1 Cikokol Tangerang itu hanya seperti gudang penyimpanan arsip.

Padahal pelanggaran Jamsostek merupakan pelanggaran yang masuk dalam kategori Tindak Pidana Kejahatan Ketenagakerjaan sebagaimana diatur di Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76). Yang mana, selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, tugas ini juga menjadi kewenangan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (PPK) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Tim Advokasi Serikat Buruh Bangkit

Tangerang, Mei 2014 [dimuat di KabarJakarta.com]

0 komentar

7 Tahun PT. UFU Tangguhkan Upah


Inilah dualisme tandatangan Ratu Atut Gubernur Banten, terkait Surat Keputusan kenaikan Upah di satu sisi, SK penangguhan di sisi lain. Apa yang dilakukan Gubernur Banten adalah potret kejahatan hukum yang tersistemastis.

Pada tahun 2003, di bawah kepemimpinan Megawati Sukarnoputri, lahirlah Undang-undang Ketenagakerjaan 13 Tahun 2003 yang melarang pembayaran upah di bawah ketentuan pemerintah. Namun di tahun yang sama, lahir juga Peraturan Menteri KEP. 231 /MEN/2003 mengatur tentang penangguhan upah, dan membatalkan segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan keputusan tersebut. Akibatanya, selama 7 tahun, ribuan pekerja di PT. Universal Footwear Utama Indonesia (UFU) hidup di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Padahal tindakan membayar upah di bawah ketentuan merupakan Tindak Pidana Kejahatan Ketenagakerjaan.

Dan ironisnya, pelanggaran terus berlangsung sejak 2007, seakan tanpa ada sistem kepengawasan pihak berwenang. Ketika Sang Ratu menjadi tersangka kasus korupsi pada 2013 lalu, pekerja PT.UFU mengira tak akan ada lagi penangguhan. Namun dugaan itu keliru, dan penangguhan kembali terjadi pada 2014. Upah Minimum Sektoral II Kota Tangerang sebesar Rp. 2.688.731 tersangkut di Keputusan Gubernur Banten Nomor:561.2/Kep.16-Huk/2014, sehingga pekerja PT. UFU hanya menerima Rp.1.700.000 pada Januari 2014. Baru pada bulan Maret pekerja kontrak mendapat upah Rp. 1.950.000, sedangkan upah untuk pekerta status tetap Rp. 2.050.000. Padahal, berdasarkan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2013 Pasal 60, pekerja dalam masa percobaan pun tidak boleh dibayar di bawah UMK.

Sejak 2007, selain memberlakukan upah murah, PT. UFU juga melakukan diskriminasi terhadap pekerja kontrak. Pekerja kontrak di sana hanya menerima Rp. 802.500, sedangkan Upah Minimum Kota Tahun 2007 adalah Rp. 882.500. Pada 2008, PT. UFU membayar pekerja kontrak dan pekerja berstatus tetap sebesar Rp. 882.500 alias menggunakan UMK tahun sebelumnya. Sementara UMK 2008 adalah Rp. 958.782.

Membayar upah murah kembali terjadi pada 2009, dimana pekerja kontrak hanya menerima upah Rp.882.500, dan Rp.958.782 untuk pekerja tetap. Sedangkan Umk/UMP pada 2009 adalah Rp. 1.064.500. Tahun 2010, upah bagi pekerja kontrak Rp. 958.782, pekerja tetap sebesar Rp. 1.064.500. Meski UMP yang ditetapkan sesuai Surat Keputusan Gubernur Banten pada 2010 adalah Rp 1.118.500.

Pada 2012 PT. UFU membayar pekerja kontrak Rp. 1.381.000 yang diberlakukan pada Februari 2012 sedangkan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Gubernur 2012 adalah Rp. 1.529.150. Pada Januari 2013, buruh kontrak dan status tetap menerima upah Rp. 1.700.000, nilai ini tak sesuai SK Gubernur 2013 yang menetapkan UMSK Rp.2.203.000.

Pertanyaan mendasar atas penangguhan upah di PT. UFU. Pertama, pada pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI Nomor: KEP. 231 /MEN/2003 Tentang Tata Cara penangguhan Upah Minimum, permohonan penangguhan Upah minimum harus disertai syarat diantaranya, laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir, data upah menurut jabatan pekerja/buruh, perkembangan produksi dan pemasaran selama 2 (dua) tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan datang.

PT.UFU, yang memproduksi merk-merk berkelas internasional semacam New Balance, Specs, Lonsdale, Geox Respira, Sperry, Karimor, Lafuma, Fred Perry, Puma, Dekatlon, Superfit, dan HI-TEC, apakah masuk akal jika kondisi keuangan PT.UFU tidak mampu membayar upah sesuai ketentuan pemerintah?

Kedua, pada pasal 5 Kepmen tersebut, disebutkan bahwa persetujuan penangguhan yang di tetapkan oleh Gubernur untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, dan setelah berakhirnya izin penangguhan, maka pengusaha wajib melaksanakan ketentuan upah minimum yang baru. Lantas, kenapa penangguhan upah di PT.UFU terjadi terus-menerus sepanjang 7 tahun itu?

Di sinilah, pemerintah tidak boleh lepas tanggungjawab terhadap pelanggaran hukum di di PT. UFU. Kinerja Pengawas Ketenagakerjaan yang dalam hal ini Disnaker Kota Tangerang harus dievaluasi, mengingat pelanggaran ini telah dilaporkan berkali-kelai sejak 2007 oleh Serikat Buruh Bangkit. Bahkan laporan pelanggaran yang terus terulang dilakukan sampai tingkat Dirjen Binwasnaker dan Menteri Tenaga Kerja RI, juga DPRD dan DPR RI.

Padahal sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Dalam instansi pemerintah, pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit khusus baik sedari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten hingga kota. Hal mana juga dikuatkan dengan Keputusan Menteri Nomor Kep.23/MEN/2012 Tentang Pokok Pengawasan di Bidang Ketenagakerjaan RI, yang di antaranya menyebutkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan harus berada di bawah supervisi dan kontrol pemerintah pusat demi menjamin Ketaatan aparat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Artinya, jika pengawasan yang di daerah tidak menjalankan fungsinya, pemerintah pusat wajib menindak dan bertindak. Penangguhan yang dilakukan selama 7 tahun, adalah bentuk arogansi dan perbuatan melawan hukum. Ia tak hanya dilakukan oleh pengusaha, melainkan juga keterlibatan peran pengawas. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang salah satu berfungsinya melakukan pengawasan sistem penegakan hukum oleh penyelenggara negara, wajib menindak aparatur pemerintah yang tidak memiliki akuntabilitas.

Realita ini jelas melanggar hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia. Fakta ini sangat melukai rasa keadilan, kemanusianan, moral, dan menyimpang dari azas kewajaran serta kepatutan.

 Cikuya, Mei 2014
 
Tim Advokasi Serikat Buruh Bangkit [dimuat di situs kabarjakarta.com]

0 komentar